• Latest News

    April 12, 2014

    Terbentuknya Kabinet Ali II 1957 - 1959

    Kabinet Ali II (24 Maret 1957-10 Juli 1959)

    a. Proses Pembentukan Kabinet Ali II

    Pembentukan Kabinet ini jika dibandingkan dengan proses pembentukan Kabinet diwaktu sebelum pemilu, dalam penetapannya berjalan dengan lancer karena situasi politik saat itu yang membantu dalam penyelesaian tugas formatur.

    Pemimpin PNI telah menetapkan pedoman pembentukan Kabinet jika seseorang dari partai tersebut ditunjuk sebagai formatur. Pedoman ini berpangkal tolak pada kenyataan bahwa tidak ada satu formatir pun yang memperoleh suara secara mutlak dalam pemilu 1955. oleh sebab itu Kabinet yang akan terbentuk tidak lain berupa Pemerintah koalisi. Kemungkinan untuk mengadakan koalisi adalah 4 (empat) partai yang menang dalam pemilu yaitu; PNI, Masyumi, NU, dan PKI (Kansil 1984:186-187).

    Antara PNI, Masyumi, dan NU tidak ada kesolidan yang prinsipil baik mengenai pembagian kementrian maupun personalianya. Masyumi dengan tegas menolak orang-orang yang dianggap simpatisan atau berbau Komunis. Dengan tercapainya tujuan dengan PNI, NU, dan Masyumi mengenai pembagian kementerian personalianya sebenarnya pembentukan Kabinet sudah dianggap berhasil. Akan tetapi untuk memperkuat kedudukan Pemerintah di parlemen diikutsertkan partai-partai kecil yaitu; PSI, Perti, Partai Katolik, Partindo, dan Ipki. Partai-partai ini bersama-sama menguasai 30 (tiga puluh) kursi di DPR. Dengan demikian Kabinet mendapat dukungan suara 189 suara dalam parlemen (Wilopo 1978).

    Pengumuman resmi pembentukan Kabinet dengan susunan lengkap diumumkan pada tanggal 20 maret 1956 (Kansil 1984:185). partai PKI dalam Kabinet Ali tidak ikut serta sebab komunis bagi Ali adalah sangat tidak sesuai.

    PKI berusaha menentang hal ini dan presiden pun berusaha agar PKI dapat ikut serta, namun Ali tidak merubah keputusannya.

    b. Program Kerja

    1) Pembatalan KMB

    Menyelesaikan pembatalan seluruh perjanjian yang dihasilkan KMB secara unilateral baik formal maupun material dan mengadakan tindakan untuk menampung akibat-akibatnya.

    2) Pembebasan Irian Barat

    a) Meneruskan Perjuangan mewujudkan kekuasaan de facto Indonesia atas Irian Barat berdasarkan kekuasaan rakayat dan kekuatan-kekuatan anti kolonialisme di dunia internasional.

    b) Membentuk Propinsi Irian Barat.

    3) Permasalahan Luar Negeri

    a) Menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif berdasa kepentingan rakyat dan menuju perdamaian dunia.

    b) Meneruskan kerjasama dengan negara-negara Asia-Afrika dan melaksanakan keputusan-keputusan konferensi Asia-Afrika di Bandung (Fernandes 1988: 97).

    c. Tantangan Yang Dihadapi

    Kabinet Ali II membatalkan seluruh hasil KMB sejak 3 Mei 1956, dengan demikian maka berbagai hutang RI sebagai akibat KMB juga dibatalkan. Jika belanda mau memenuhi tuntutan RI untuk menyerhkan Irian Barat hubungan RI dan Belanda tidak akan memburuk. Sesuai dengan programnya Kabinet Ali II membentuk propinsi Irian barat ibukotanya di Soa Sio. Peresmian dilakukan berbarengan dengan peringatan 17 Agustus 1956 (Poesponegoro 1984).

    Pengangkatan Kabinet Ali menimbulkan kekecewaan karena pemilu dan pembentukan kabinet tidak menguntungkan mereka yang aktif dalam partai maupun yang bukan anggota suatu partai. Tanda-tanda perbaikan ekonomi terutama didaerah-daerah kurang tampak dan hal ini menimbulkan protes pada Pemerintah baik langsung maupun tidak langsung. Pada tahun 1956 protes ditandai dengan protes yang dilakukan Asaat yang ditujukan pada orang-orang cina ia merupakan bekas menteri dalam negeri masa Kabinet Natsir. Mereka menuduh orang-orang cina dalam segala situasi hanya mau untung sendiri dibumi Indonesia. Group anti cina menganggap orang-orang cina bertanggung jawab atas segala kegagalan pembangunan ekonomi, atas protes ini Pemerintah menegaskan tekadnya untuk membantu usaha-usaha pribumi (Setiono 2003).

    Tidak hanya itu saja protes lain ditujukan pada Pemerintah oleh daerah-daerah luar jawa. Mereka menganggap sejak sekian lama pusat mengabaikan daerah. Dengan dalil demi pembangunan daerah penyelundupan yang diiringi pengusaha daerah meluas terutama disulawesi utara, Melawai, Belitung dan Sumatra lewat Teluk Nibung. Terhadap peristiwa ini Pemerintah mengambil sifat lunak. Penyelundupan tidak ditindak yang menandakan kelemahan pusat. Penguasa-penguasa militer didaerah Sulawesi semakin kuat. Dan mereka yang kemudian menjadi cikal bakal pemberontakan Permesta (Moedjanto 1988).

    Situasi-situasi konflik makin bertambah dengan berhentinya Bung Hatta sebagai dwi tunggal. Tanda-tanda putusnya hubungan kerjasama sudah mulai sejak Indonesia menganut sistem demokrasi liberal parlementer dimana Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol saja. Dalam banyak hal memang terlihat adanya banyak perbedaan pandangan diantara kedua tokoh yaitu Soekarno dan Moh. Hatta, masing-masing mencerminkan jiwa penganjur golongan persatuan dan golongan administrator. Putusnya dwi tunggal secara resmi pada tanggal 1 Desember 1956 dengan pengunduran diri Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden (Rauf 2000: 115-116).

    Terjadi perpecahan Masyumi-NU dimana Masyumi mempunyai pengaruh besar diluar Jawa sedang PNI berpengaruh di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan dukungan PKI dan Presiden Soekarno PNI lebih menekankan strategi persatuan dibanding perimbangan kekuasaan antara daerah dan pusat dalam waktu itu pula Pimpinan Angkatan Darat melaksanaan koordinasi untuk mengatasi konflik-konflik internal yang baru saja dilalui. Namun usaha ini berhadapan dengan usaha koreksi daerah sehingga krisispun makin berlanjut (Poesponegoro 1984: 234).

    Dengan suasana politik yang makin memburuk dengan meluasnya pemberontakan-pemberontakan daerah tidak tercapainya Pemerintahan yang stabil meskipun telah dilaksanakan pemilu. Masalah nasional yang pelik menempatkan Demokrasi Liberal parlementer dari negara yang masih muda masuk dalam ujian yang sangat hebat. Berbagai kecenderungan ideologis dan pemahaman tentang situasi sosial politik yang semakin berbenturan menyebabkan semua masalah tersebut menjadi lahan pergolakan dan perdebatan politik. Maka masalah nasional pun dengan mudah menjadi sumbu disintegrasi. Sementara itu Presiden Soekarno sering mengemukakan gagasan yang meredakan ketidakpuasannya atas Kabinet, mengenai sistem Pemerintahan yang dianut RI pada waktu itu secara keseluruhan.

    Melihat perkembangan yang berlarut-larut presiden Soekarno melontarkan suatu gagasan untuk memperbaiki keadaan Pemerintah pada tanggal 21 Februari 1957 (Poesponegoro 1984). Dihadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di Istana Merdeka Presiden Soekarno mengemukakan Konsepsinya yang kemudian dikenal sebagai “Konsepsi Presiden Soekarno”.

    Konsepsi Presiden menimbulkan perdebatan yang hangat dalam masyarakat dan dalam DPR, partai-partai seperti Masyumi, NU, PSII, dan PRI menolak konsep ini dan berpendapat bahwa mengubah sistem Pemerintahan dan susunan ketatanegaran secara radikal seperti itu adalah wewenang Konstituante. Sedang yang tegas menerima adalah PKI dan PNI, mereka menekankan bahwa krisis politik yang sedang terjadi hanya bisa diatasi dengan pelaksanaan Konsepsi Presiden.

    Namun ternyata Konsepsi Presiden justru menambah ketegangan karena muncul bentuk pertentangan baru antara golongan yang pro dan yang kontra terhadapnya, golongan terakhir merasa adanya ancaman dari golongan yang pro. Suasana semakin tegang setelah usaha-usaha untuk melaksanakan Konsepsi Presiden mendapat tantangan di daerah-daerah yang mengakibatkan gerakan daerah semakin meluas (Sundhausen 1986).

    Pada Maret 1957 keadaan tidak berubah namun semakin kacau pergerakan daerah meluas ke Sulawesi. Tanggal 2 Maret 1957 berdirilah Dewan Perjuangan Semesta (Permesta) dibawah pimpinan Letkol Sumual yang merupakan panglima divisi timur. Dewan ini memperjuangkan dilaksanakannya program perjuangan semesta untuk menuntut dilaksanakannya repelita dan pembagian pendapatan daerah secara adil dimana daerah mendapatkan surplus 70 % dari hasil eksport.

    Hal tersebut menyebabkan Indonesia timur dinyatakan dalam keadaan darurat perang yang menempatkan kekuatan sipil dibawah kekuatan militer. DI Kalimantan Letkol Basri mendirikan Dewan Lambung Mangkurat pada tanggal 18 Maret 1957. Seperti daerah-daerah lain Lambung Mangkurat juga menghendaki perlakuan yang lebih baik dari pusat (Kansil 1984).

    Kabinet Ali II dinilai tidak berhasil menjalankan misinya, Kabinet merosot kewibawaannya. Dimana Kabinet didukung partai-partai yang mempunyai perwakilan dalam parlemen, maka kewibawaan parlemen dan partai-partai sebagai alat demokrasi juga merosot. Kemerosotan diimbangi oleh naiknya kewibawaan kekuatan sosial politik non partai dan non parlementer yaitu Presiden Soekarno dan TNI (khususnya AD). Dengan ajtuhnya Kabinet Ali II parlemen hasil pemilu tahun1955 tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya karena Kabinet yang kemudian terbentuk bersifat ekstra parlmenter. Jadi Kabinet Ali II adalah Kabinet pertama dan terakhir yang pembentukannya didasarkan atas imbangan kekuatan sosial, politik dalam parlemen hasil pemilu 1955 (Fernandes 1998).


    Baca Juga :


    Masa Penjajahan Belanda Di Indonesia Serta Peranan VOC Dalam Perdagangan

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments
    Item Reviewed: Terbentuknya Kabinet Ali II 1957 - 1959 Rating: 5 Reviewed By: BS
    Scroll to Top