Dewan Konstituante merupakan sebuah badan yang membentuk Undang-Undang Dasar bersama Presiden. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 Konstituante hanya dibebani tugas untuk membuat undang-undang, dan mengkonsultasikannya bersama Pemerintah (Dalam hal ini dilakukan oleh Kabinet atau Perdana Menteri) walaupun pelaksanaanya banyak dilakukan Presiden (Nasution 1995:41).
Dalam upaya mempercepat penyelesaian tugasnya Konstituante membentuk bagian-bagiannya seperti Panitia Persiapan Konstituante (PPK), Komisi-komisi, Fraksi-fraksi dan seksi-seksi lainnya termasuk Panitia Perumus.
Persidangan mulai dibuka tanggal 10 November 1956, oleh Presiden Soekarno di gedung konstituante. Jl Asia Afrika No 67 Bandung, dengan acara yang pertama adalah membicarakan mengenai tata tertip Kontituante,bersama dengan kreteria pemilihan Ketua dan wakil ketua serta hal-hal yang patut dimasukan dalam konstitusi.
Sidang-sidang Konstituante yang membahas tentang materi konstitusi di mulai pada pertengahan Novenber 1957, dengan dasar negara sehingga topik yang pertama, kemudian dilanjutkan materi tentang wilayah negara, lagu kebangsaan, hak-hak azasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Di setiap pembahasan masalah memang selalu diwarnai adanya perbedaan pendapat namun demikian, sebagian besar materi Konstitusi telah dapat diambil suatu kesepakatan, kecuali mengenai dasar negara dan hak-hak azasi manusia, karena dua materi tersebut lebih mudah menimbulkan perbadaan pendapat.
Tentang hak Azasi Manusia, banyak membutuhkan waktu dalam persidangan, disebabkan terlalu banyaknya hal yang perlu di pertimbangkan. Kemudian kesulitan pengambilan keputusan mengenai Dasar Negara, di sebabkan terdapatnya dua kelompok yang berbeda yaitu disatu fihak tetap menggunakan Pancasila sebagai Dasar Negara. Dan kelompok lain menghendaki Dasar Negara adalah Islam (Nasution 1995 42-48).
Belum sampai Majelis menghasilkan suatu, pada tanggal 23 April 1959 diadakan rapat untuk mendengar amanat dari Presiden Soekarno yang isinya mengajak untuk kembali ke-UUD ‘45. Kemudian langsung diadakan pemungutan suara hingga tiga kali, hasilnya selalu tidak memenuhi mayoritas 2/3 dari Anggota yang hadir, maka sidang menjadi berhenti karena banyaknya anggota yang tidak bersedia hadir apabila diadakan rapat kembali Suasana menjadi tidak tenang, hingga 1959, maka berakhirlah masa kerja dan segala tugas yang di embannya, setelah isi Dekrit Presiden menyatakan “Pembubaran Kontituante hasil pemilu 1955”.
Namun demikian Konstituante tidak dapat dilupakan begitu saja selama mengisi lembaran sejarah perjuangan Bangsa Indonesia karena Konstituante dalam masa persidangannya telah banyak merintis tumbuhnya benih-benih demokrasi di Indonesia. Karena terbukti telah mampu menghasilkan suatu keputusan, yamg berupa materi Konstitusi sekalipun secara menyeluruh belum dapat diwujudkan.