Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang di sambut hangat oleh bangsa Indonesia. Namun kenyataanya, pasukan Jepang tidak jauh beda dengan bangsa kolonial lainnya. Malah perlakuan bangsa jepang lebih biadab dan menyengsarakan bangsa Indonesia. Sumber - sumber ekonomi bangsa dikontrol penuh seluruhnya oleh Jepang. Maka penderitaan dan kesengsaraan menyelimuti bangsa Indonesia.
Setelah berhasil mengusai wilayah Indonesia, Jepang melihat adanya kemungkinan kesulitan dalam pemenuhan bahan pangan, oleh karena itu , Jepang melakukan perluasan area persawahan, penyuluhan pertanian, pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran barang sisa barang, pengawasan terhadap hasil perkebunan, dan peraturan pembatasan alat produksi.
1. Pemerasan Sumber Daya Alam
Pemenuhan kebutuhan Perang Asia Timur Raya, Jepang memeras sumber-sumber Alam yang ada di Indonesia. Sumber bahan mentah di manfaatkan untuk industri Jepang. Bahan makanan untuk persediaan makan prajurit Jepang.
Usaha-usaha Jepang memeras sumber daya alam di Indonesia diantaranya seperti berikut:
a. Semua hasil pertanian dan perternakan sebagian harus di serahkan kepada pemerintah Jepang.
b. Semua hasil tambang, Hutan, dan perkebunan di angkut ke Jepang.
c. Banyak tanah pertanian di pakai untuk perkebunan jarak sebagai bahan baku minyak pelumas.
Penguasaan wilayah yang kaya akan bahan-bahan mentah akan meringankan beban jepang dalam perang.
Dalam melaksanakan rencananya, Jepang menempuh dua tahap. Tahap pertama adalah Penguasa dalam tahap ke II adalah penyusunan kembali ekonomi daerah jajahan untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan perang.
Selanjutnya Jepang mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengadakan rehabilitasi sarana ekonomi, seperti perbaikan jembatan dan telepon.
b. Pemerintahan pendudukan memegang monopoli pembelian dan menentukan harga penjualan hasil perkebunan.
c. Pemerintahan pendudukan langsung mengawasi perkebunan kopi, kina, karet, dan teh.
d. Mengganti tanaman yang mendukung perang seperti jarak, padi, dan jagung.
e. Sebagai pelaksana pengawasan perkebunan, pemerintah Jepang menunjuk pihak swasta Jepang.
Jepang dengan segala keserakahannya terus menerus memeras kekayaan rakyat. Bahkan Jepang tanpa rasa malu mengumpulkan pagar- pagar besi pengarangan rumah untuk kepentingan dan keperluan perang. Akibat pemerasan yang dilakukan dalam bidang makanan oleh pemerintah pendudukan Jepang, maka rakyat menjadi sangat miskin dan sengsara hidupnya.
Bukti- bukti adanya kemiskinan dan kesengsaraan adalah sebagai berikut:
a. Makanan sangat kurang, lebih-lebih makanan yang bergizi, sehingga menyebabkan kesehatan tenaga kerja yang jauh berkurang, banyak pula yang mati kelaparan.
b. Penyakit akibat kekurangan makanan merajalela, belum lagi ditambah dengan timbulnya bencana alam.
c. Rakyat sangat kekurangan sandang, pangan, dan papan. Di pedesaan sebagian besar rakyat memakai pakaian dari karung goni atau bagor.
2. Pemerasan Sumber Tenaga Manusia Indonesia
a. Romusha
Romusha adalah kerja paksa tanpa upah, misalnya membuang gua-gua perlindungan, jembatan, jalan, maupun lapangan udara. Panitia pengerah Romusha di sebut Romukyokai.
pengerahan tenaga kerja secara paksa untuk membantu tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh Jepang. Pada awalnya, romusha dilaksanakan dengan sukarela, tetapi lama kelamaan dilaksanakan secara paksa. Bahkan, setiap desa diwajibkan untuk menyediakan tenaga dalam jumlah tertentu. Hal itu dapat dimaklumi karena daerah peperangan Jepang semakin luas. Tenaga romusha dikirim ke beberapa daerah di Indonesia, bahkan ada yang dikirim ke Malaysia, Myanmar, Serawak, Thai-land, dan Vietnam. Para tenaga romusha diperlakukan secara kasar oleh Balatentara Jepang. Mereka dipaksa untuk bekerja berat tanpa mendapatkan makanan, minuman, dan jaminan kesehatan yang layak. Kekejaman Jepang terhadap tenaga romusha menyebabkan para pemuda berusaha menghindar agar tidak dijadikan tenaga romusha. Akhirnya, Jepang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kasar.
Akibat yang di timbulkan dengan adanya Romusha adalah sebagai berikut:
1) Ekonomi di desa menjadi mundur karena tenaga petani banyak yang bekerja sebagai romusha.
2) Banyak pemuda-pemuda petani yang menghilang dari desanya karena mereka takut di kirim sebagai romusha.
3) Mendorong perubahan sosial karna pergolakan masyarakat sampai ke desa- desa yang semuala tertutup atau terpencil dari kehidupan seluruh bangsa.
4) Bagi tenaga romusha yang dapat kembali ke desanya atau setatus sosial nya meningkat di banding dengan yang lain, mereka membawa pandangan- pandangan baru di desanya.
b. Kinrohosi
Kinrohosi adalah wajib kerja tanpa upah bagi tokoh masyarakat seperti pamong desa dan pegawai rendahan (sifatnya lebih haris di banding romusha).
3. Wajib Militer
a. Seinendan
Sainendan di bentuk pada tanggal 9 Maret 1943, anggotanya terdiri atas para pemuda berusia 14 – 22 tahun. Tujuannya menyiapkan kekuasaan cadangan agar mampu mempertahankan tanah airnya atas kekuatan sendiri jika di serang Sekutu. Seinendan di bentuk pada tiap- tiap desa.
b. Keibodan
Keibodan di bentuk pada tanggal 29 april 1943, anggotanya terdiri atas para pemuda berusia berusia 23 – 25 tahun. Keibodan bertugas membantu terciptanya keamanan di desa masing-masing agar pamong praja aman dalam menjalankan tugasnya. Oleh karna itu, Keibodan juga dapat disebut barisan pembantu polisi. Mereka di awasi gerak- geriknya agar tidak terpengaruh oleh kaum pergerakan.
Barisan ini di Sumatra namanya Bogodan dan di Kalimantan di sebut Borneo Konen Hokokudan.
c. Fujinkai
Fujinkai dibentuk pada bulan agustus 1943, anggotanya khusus wanita yang berusia lebih dari 15 tahun. Tugasnya adalah ikut memperkuat dan mempergiat pertahanan dengan cara mengumpulkan dana wajib dari penduduk yang berupa perhiasan, ternak, bahan pangan, dan sebagainya untuk keperluan perang. Semua istri pembesar, pamong praja, dan pegawai juga harus jadi anggota Fujinkai.
d. Jawa Hokokai
Badan ini di bentuk pada tanggal 1 Maret 1944 setelah putera, (pusat tenaga rakyat) dibekukan. Organisasi ini juga di sebut Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa. Jepang memasukan unsure-unsur Cina, Arab, dan Indo-Belanda agar sifat nasionalisnya lemah. Jawa Hokokai adalah organisasi pemerintah yang di awasi oleh para pejabat militer yang di siapkan sebagai serangan total dalam menghadapi serangan sekutu. Tugas pokoknya adalah mengumpulkan dana, bahan pangan, dan besi- besi tua untuk keperluan perang. Oleh karna organisasi ini membuat rakyat resah, susah dan menderita, maka tidak mendapat dukungan dari rakyat.
e. Suisyintai (barisan pelopor)
Badan ini adalah bagian dari Jawa Hokokai yang resmi di bentuk pada tanggal 25 September 1944. tujuannya adalah meningkatkan kesiapan rakyat, terutama para pemudanya untuk bertahan total bila di serang sekutu. Oleh karena Suisyintai merupakan kekuatan inti Jawa hokokai, maka pimpinannya di serahkan kepada tokoh-tokoh pergerakan, seperti Bung Karno, R.P. Soeroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmodjo. Badan-badan di atas bukan badan militer, tetapi organisasi pertahanan sipil, di dalamnya juga di berikan latihan-latihan dasar kemiliteran.
f. Heiho (pembantu prajurit Jepang)
Heiho adalah kesatuan militer yang dibentuk oleh pemerintah Jepang yang beranggotakan para pemuda Indonesia. Heiho menjadi bagian Angkatan Darat maupun Angkatan Laut Jepang. Anggota Heiho mendapat latihan kemiliteran agar mampu menggantikan prajurit Jepang di dalam peperangan. Para anggota Heiho mendapat latihan untuk menggunakan senjata (senjata anti pesawat, tank, artileri medan, mengemudi, dan sebagainya). Namun, tidak ada satupun anggota Heiho yang berpangkat perwira. Pangkat perwira hanya dipeuntukkan bagi orang-orang Jepang. Para anggota Heiho mendapat latihan kemiliteran. Untuk itu, pemerin-tah Jepang menugaskan seksi khusus dari bagian intelejen untuk melatih para anggota Heiho. Latihan dipimpin oleh Letnan Yana-gawa dengan tujuan agar para pemuda Indonesia dapat melak-sanakan tugas intelejen.
g . Pembela Tanah Air (Peta)
Pasukan peta di bentuk dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943. Menjelang berakhirnya latihan kemiliteran angkatan ke 2, keluarlah surat perintah untuk membentuk PETA. Namun, Letjen Kamakici Harada memutuskan agar pembentukkan PETA bukan inisiatif pemerintah Jepang, melainkan inisiatif bangsa Indonesia. Untuk itu, dicarilah seorang putera Indonesia yang berjiwa nasionalis untuk memimpin PETA. Akhirnya, pemerintah Balatentara Jepang meminta Gatot Mangunpraja (seorang nasionalis yang bersimpati terhadap Jepang) untuk menulis permohonan pembentukkan tentara PETA.
Surat permohonan telah dikirim pada tanggal 7 September 1943 dan permohonan itu dikabulkan dengan dikeluarkan peraturan yang disebut Osamu Seirei No. 44, tanggal 3 Oktober 1943. Pembentukkan PETA, ternyata menarik perhatian para pemuda Indonesia, terutama yang telah mendapat pendidikan sekolah menengah dan para anggota Seinendan.
Keanggotaan PETA dibedakan dalam beberapa pangkat yang berbeda (sebenarnya bukan pangkat, tetapi nama jabatan). Ada lima macam pangkat, yaitu: (1) Daidanco (Komandan Batalyon), (2) Cudanco (Komandan Kompi), (3) Shudanco (Komandan Peleton), (4) Budanco (Komanda Regu), dan (5) Giyuhei (Prajurit Sukarela).
Daidanco (Komandan Batalyon) dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat yang terkemuka seperti pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamong praja, para politikus, penegak hukum, dan sebagainya. Cudanco (Komandan Kompi) dipilih dari mereka yang bekerja, tetapi belum memiliki jabatan yang tinggi seperti para guru, juru tulis, dan sebagainya. Shudanco (Komandan Peleton) biasanya dipilih dari para pelajar sekolah lanjutan pertama dan atas. Budanco (Komanda Regu) dan Giyuhei (Prajurit Sukarela) dipilih dari para pelajar sekolah dasar.
Para pemuda yang menjadi anggota PETA dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu; (1) mereka yang menjadi anggota PETA dengan semangat yang tinggi, (2) mereka yang menjadi anggota PETA karena dipengaruhi orang lain, dan (3) mereka yang menjadi anggota PETA dengan perasaan acuh tak acuh. Di antara mereka ada yang beranggapan bahwa kemenangan Jepang dalam Perang Pasifik akan membawa perubahan hidup bangsa Indonesia, yaitu sebagai bangsa yang merdeka. Di sam-ping itu, ada yang percaya pada ramalan Joyoboyo bahwa Jepang akan meninggalkan Indonesia dan Indonesia akan menjadi negara yang merdeka. Untuk itu, Indonesia memerlukan tentara untuk mengamankan wilayahnya.
Para anggota PETA mendapat pendidikan militer di Bogor pada lembaga Jawa Boei Giyugun Kanbu Renseitai (Korps Latihan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa). Nama lembaga itu kemudian berubah menjadi Jawa Boei Giyugun Kanbu Kyoikutai (Korps Pendidikan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa). Setelah mendapat pendi-dikan, mereka ditempatkan pada daidan-daidan yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali.