Pada tahun 1953 pembuat undang-undang, yaitu Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan sebuah Undang-Undang Pemilihan Umum (No.7 Tahun 1953). Sesuai kesepakatan antara kedua lembaga tersebut, sistem yang dianut adalah sistem pemilihan umum proposional, sebagai akibatnya berlakulah sistem banyak partai.
Seperti diketahui, pemilihan umum yang diadakan pada tahun 1955 dimaksudkan untuk membentuk Dewan Perwakilan Rakyat dan Konstituante Republik Indonesia. Lembaga Negara terakhir ini mempunyai tugas membentuk undang-undang dasar tetap untuk menggantikan Undang-Undang Sementara 1950. Pemilihan Umum 1955 diikuti oleh 34 partai politik yang terdiri dari 4 partai politik besar, seperti PNI, Masyumi, NU, PKI dan partai-partai politik yang kecil (Nasution 1992:31).
Menurut pasal 134 Undang-Undang Dasar Sementara 1950, Konstituante bersama-sama Pemerintah akan menetapkan secepat-cepatnya Konstitusi Republik Indonesia untuk menggantikan Undang-Undang Sementara 1950. Walaupun dalam pasal 134 diatas ditentukan bahwa undang-undang dasar baru dan yang bersifat tetap itu ditetapkan oleh Pemerintah bersama-sama Konstituante, akan tetapi seperti dikatakan oleh pasal 137 ayat 3 UUD Sementara 1950, apabila Konstituante telah menerima rancangan undang-undang dasar, rancangan tersebut dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah dan Pemerintah harus mengesahkan dengan segera rancangan undang-undang dasar tersebut mengumumkan dengan keluhuran. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa peranan Pemerintah hanya terbatas, yaitu hanya mengesahkan dan mengumumkan Undang-Undang Dasar baru tersebut (Nasution, 1992:36).
Secara umum dapat dikatakan bahwa Konstituante Republik Indonesia telah dapat dikatakan sebagian besar materi muatan konstitusi, kecuali tentang dasar negara. Ketika masalah ini untuk pertama kali diperdebatkan, muncul tiga konsep dasar negara, yaitu Pancasila, Islam Dan Sosial Ekonomi. Dari 510 anggota Konstituante yang hadir dalam sidang, Dasar Negara Pancasila didukung oleh 270 suara, Dasar Negara Islam oleh 230 suara, sedangkan Dasar Negara Sosial Ekonomi hanya didukung perolehan suara sebesar 10 suara (Nasution 1992:32-34).
Dalam sidang-sidang berikutnya 10 orang anggota yang berasal dari Partai Buruh, Partai Murba dan Angkatan Communis Muda (Acoma) bergabung dengan kelompok yang menghendaki Pancasila sebagai dasar Negara. Dari perimbangan suara diatas terlihat, tidak ada satu kelompok pun yang berhasil menghimpun sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) suara dari seluruh jumlah anggota Konstituante. Oleh karena itu, Pemerintah yang di dalamnya duduk wakil-wakil dari PNI dan NU, dua dari 4 (empat) partai politik besar hasil pemilihan umum 1955, memutuskan agar Konstituante dapat menyetujui UUD 1945 dijadikan sebagai undang-undang dasar yang tetap untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Dalam pada itu, seperti telah dikemukakan sebelumnya, pemiihan umum yang diselenggarakan pada tahun 1955 juga di maksudkan untuk membentuk Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti halnya dalam konstituante yang tidak menghasilkan satu partai politik yang menguasai sekurang-kurangnya 2/3 anggotanya, dalam DPR juga tidak ada satu partai politik yang menguasai sekurang-kurangnya setengah lebih satu dari seluruh anggota DPR. Hal ini tentunya sangat penting, oleh karena Undang-Undang Dasar Sementara 1950 menganut sistem Pemerintahan parlementer.
Dalam sistem banyak partai yang dihasilkan oleh pemilihan umum1955, pembentukan suatu kabinet akan dapat dilaksanakan apabila ada beberapa partai politik yang mempunyai wakil dalam DPR dan bersama-sama menguasai lebih dari setengah anggota DPR. Sebagai contoh dapat dikemukakan susunan kabinet, baik sebelum maupun sesudah diselenggarakannya pemilihan umum tahun 1955 seperti berikut:
a. Kabinet Moh. Natsir dibentuk dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 9 tahun 1950. Kabinet ini didukung oleh delapan partai politik yang mempunyai wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat (Djamily 1986:69).
b. Kabinet Ali-Roem- Idham, dibentuk dengan keputusan presiden Republik Indonesia
No.24 Tahun 1956. Kabinet ini didukung oleh delapan partai politik yang memiliki wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat (Djamily 1986:97).
Kedua kabinet diatas tidak berusia cukup lama untuk menyelesaikan program kerjanya. Kabinet Moh. Natsir yang di bentuk dengan Keputusan Presiden RI No. 9 tahun 1950 sudah demisioner sejak 21 Maret 1951 berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 43 Tahun 1951. Dengan demikian Kabinet ini berusia hanya lebih kurang 7 bulan.
Walaupun Kabinet Ali-Roem-Idham dibentuk dengan Keputusan Presiden RI No. 24 Tahun 1956 ( 24 maret 1956) dan demisioner pada tanggal 14 Maret 1957 berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 42 Tahun 1957.
Pada waktu berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang menganut sistem Pemerintahan parlementer, jadi selama lebih kurang 9 tahun, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai 7 kabinet dengan usia sebagai berikut:
a. Kabinet Moh Natsir, 6 september 1950 - 21 Maret 1951.
b. Kabinet Sukiman, 27 April 1951 - 3 April 1952
c. Kabinet Wilopo, 3 April 1952-30Juli 1953.
d. Kabinet Ali Wongso-Arifin, 30 Juli 1953-12Agustus 1955.
e. Kabinet Burhanudin Harahap, 12 Agustus 1955- 3Maret 1956.
f. Kabinet Ali- Roem-Idham, 24 Maret 1956-14 Maret 1957.
g. Kabinet Djuanda, 9 April 1957- 10 Juli 1959. (Djamily 1986:69-102).
Seperti telah dikemukakan di atas Undang-Undang Dasar Sementara 1950 menganut sistem pemerintahan parlementer. Dalam sistem Pemerintahan demikian ini Presiden tidak mempunyai kekuasaan yang riil, melainkan hanya mempunyai kekuasaan nominal saja. Kekuasaan yang sebenarnya berada ditangan Kabinet yang dikuasai oleh wakil-waki partail politik. Dengan perkataan lain presiden hanya berkedudukan sebagai kepala Negara. Hal ini dengan jelas diatur dalam pasal 45 ayat 1 UUD Sementara 1950. Bahkan, Presiden Soekarno sendiri dalam salah satu pidatonya pernah berkata bahwa beliau tidak ingin menjadi Presiden stempel. Yang dimaksud itu ialah bahwa Presiden hanya membubuhkan tanda tangan terhadap suatu keputusan yang di tetapkan oleh seorang menteri atau kabinet. Hal ini juga terlihat dalam keputusan presiden tentang pengangkatan menteri (sekarang departemen) maupun yang tidak (Pasal 51 ayat 2dan 3). Lebih jelas lagi hal itu dirumuskan dalam Pasal UUD Sementara 1950 yang berbunyi:
a. Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat.
b. Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan Pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas,pada 21 Pebruari 1957 Presiden mengeluarkan sebuah Konsepsi Presiden yang berisi (Feith 1970:83-84):
a. Pembentukan Kabinet Gotong-Royong.
b. Pembentukan Dewan Nasional.
Yang dimaksud dengan Kabinet Gotong Royong ialah sebuah cabinet yang di dalamnya duduk wakil-wakil dari keempat partai politik besar (PNI, Masyumi, NU, dan PKI). Memang, apabila, keempat partai politik tersebut mendukung Kabinet, Pemerintah akan mendapat dukungan yang kuat dari DPR. Akan tetapi ternyata, keinginan Presiden itu tidak mendapat persetujuan dari partai-partai politik, kecuali PKI sendiri.Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung, dengan anggota wakil-wakil golongan fungsional.
Dalam pidato yang disampaikan pada 21 Pebruari 1957, yang dalam bahasa Inggris berjudul Saving the Republic of the Proclamation ( Feith 1970:83-84), Presiden Soekarno berkata sebagai berikut: “And so I thought about why this situation exste. At long last, I came of Government, that is, the style which we call western democracy” (Saya berfikir kenapa situasi ini terjadi. Saya adalah pemerintah dimana gaya tersebut kami sebut demokrasi barat)
Dengan demikian, menurut pandangan Presiden Soekarno demokrasi yang dianut sejak periode pertama berlakunya UUD 1945 dan Periode berlakunya Konstitusi RIS dan UUD Sementara 1950 adalah sistem yang salah, diberi nama Demokrasi Barat. Oleh karena itu, demokrasi yang ada harus diganti dengan yang lain, yang di beri nama demokrasi terpimpin (Nasution 1992:55).
ABRI, utamanya TNI Angkatan Darat, dasar Negara Pancasila sebagaimana di cantumkan dalam Sumpah prajurit Sapta Marga harus di pertahankan. Pancasila telah berhasil mempersatukan bangsa Indonesia yang bertempat di ribuan pulau dan mempunyai berbagai macam bahasa dan kebudayaan.
Melalui berbagai macam cara, akhirnya Kabinet Djuanda memutuskan untuk menetapkan UUD 1945 sebagai undang-undang dasar yang tetap yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang oleh Presiden disampaikan kepada sidang Konstituante Republik Indonesia pada tanggal 20 April 1959. Dan seperti kita diketahui, Konstituante Republik Indonesia tidak berhasil menetapkan UUD 1945 sebagai undang-undang dasar tetap untuk menggantikan UUD Sementara 1950. Walaupun demikian semua fraksi dalam Konstituante Republik Indonesia (juga dalam arti semua fraksi dalam Kontituante RI) sepakat untuk menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai undang-undang dasar tetap. Perbedaan pandangan terletak pada perlu tidaknya tujuh kata yang terdapat dalam Piagam Jakarta dimasukkan kembali dalam Pembukaan UUD 1945 (Djamily 1986:105-109).
Oleh karena tidak tercapai kata sepakat mengenai masalah yang berkenaan dengan tujuh perkataan itu, maka keluarlah Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 1959 tentang Dekrit tersebut berisi pernyataan :
1. Pembubaran Konstituante Konstituante Republik Indonesia.
2. Tidak berlakunya lagi UUD Sementara 1950.
3. Berlakunya kembali UUD 1945.
4. Pembentukan MPR Sementara dan DPR Sementara.