Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Dimyati Natakusumah menilai penyelenggaraan Pemilu Legislatif Tahun 2014 ini grade nya menurun. Hal tersebut terungkap sesaat sebelum dirinya melakukan pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) No.49 Kelurahan Sukabumi Utara Kec. Kebon Jeruk Jakarta Barat, Rabu pagi (9/4).
“Saya pribadi melihat animo warga saat ini sepertinya menurun. Tidak sebanyak 5 (lima) tahun yang lalu, jika pada pemilu yang lalu jam 11 pagi orang sudah berduyun-duyun dan proses pencoblosan hampir selesai, tapi pada kali ini baru 164 orang dari sekitar 332 Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ada. Mungkin ini disebabkan karena sosialisasi penyelenggaraan Pemilu agak terlambat. Tapi secara umum saya melihatnya masih oke,” ujar Dimyati didampingi isterinya Irna Narulita.
Lebih lanjut, politisi asal Partai Persatuan Pembangunan ini juga menyoroti penggunaan kotak suara yang hanya berbahan dasar kardus. Selain bahannya yang tak tahan air bila terkena hujan deras, surat suara yang tersimpan di dalamnya perlu pengamanan ekstra. “Mudah-mudahan cuaca bersahabat terutama untuk daerah-daerah terpencil. Saya berharap Pemilu yang akan datang persiapannya akan lebih baik lagi,” ungkap Dimyati.
Melihat kenyataan di lapangan tersebut, politisi yang juga mantan bupati Pandeglang tersebut mengusulkan penerapan e-voting pada Pemilu yang akan datang. Salah satu alasan perlunya e-voting adalah untuk meminimalisir terjadinya berbagai kecurangan.
“Pemilu mendatang perlu dicoba teknologi e-voting agar pemilu bisa berlangsung lebih efektif dan efisien. Namun demikian, e-voting juga bergantung pada kejujuran mesin juga, apakah ini bisa diterima oleh orang-orang awam dan ini butuh waktu. Saya melihat semakin maju teknologi maka akan lebih bagus tidak tradisional lagi. Pemilihan kali ini saya melihat cukup menyulitkan bagi orang yang kenal wajah tapi tidak hafal nama lengkap (asli) nya. Apalagi di Indonesia ini banyak orang terkenal dengan nama panggilannya (nickname),” jelas Dimyati.
Terkait praktek kampanye hitam(black campaign)menurut Dimyati hal tersebut sepertinya tidak dihiraukan oleh masyarakat. Menurutnya,justru praktek money politik makin gencar dan membudaya,ini kurang bagus bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Praktek ini harus ditertibkan, bagaimana orang terpilih itu karena kualitas personalnya, bukan orang tersebut dipilih karena money politik atau suap ini harus menjadi perhatian kita semua. “Dan yang dipilih itu harus orang yang bermanfaat dan punya sumbangsih bagi bangsa ini dan bersikap negarawan. Jangan sampai orang itu terpilih hanya karena punya banyak uang ini bisa menjadi preseden buruk,” pesan Dimyati.
Sumber : www.dpr.co.id